banner blog aing

Jumat, 22 Maret 2013

Sayyed Ahmad Khan: Pelopor Pendidikan di India

Abad kejumudan Islam ditandai dengan berbagai sikap para pemeluknya untuk menolak segala bentuk yang baru, apalagi yang datangnya dari luar. Sikap curiga, hati-hati, rendah diri, uzlah dan masa bodoh terhadap perkembangan keadaan dijadikan peluang yang paling empuk bagi kaum penjajah untuk tetap bertahan dalam daerah jajahan, dan kalau perlu mencari tambahan.
Akibatnya pada pertengahan abad ke 19 hampir semua negara yang mayoritas penduduknya Muslim menjadi daerah jajahan. Berlarut-larut penguasa asing terutama Inggris, Belanda, Perancis, Italia, Rusia menaklukan wilayah-wilayah Islam dan menjajahnya.
Belanda memasuki Indonesia tahun 1606 M, Inggris memasuki India tahun 1757, memasuki Malaka tahun 1811, memasuki Aden dan Laut Merah tahun 1839, memasuki Arabia Selatan dan Timur tahun 1840, memasuki Mesir tahun 1882, memasuki Sudan 1898.
Tujuan dan misi para penjajah ini adalah untuk memisahkan kaum Muslimin dari agama Islam dan mengkristenkan pemeluk Islam.[1]
Dalam menghadapi kaum penjajah yang dengan berbagai cara mereka lakukan guna melemahkan darah taklukan, maka kaum Muslimin memiliki sikap yang bermacam-macam. Ada kalanya mereka terus melakukan perlawanan dengan penuh semangat kepahlawanan, dan ada pula yang lari dari kenyataan kemudian mengasingkan diri ke tempat yang dianggap sepi sambil mendambakan kebahagiaan ukhrawi. Nasib duniawi mereka tinggalkan karena hanya menimbulkan melahirkan sengketa, permusuhan serta perebutan kekuasaan. Dengan demikian menjadi hidup suburlah paham kesufian dalam pemahaman yang amat dangkal. Mereka hanya mementingkan hubungan  hablun minallah, sedangkan hubungan hablun minannas kebanyakan meraka abaikan. Timbullah kesan, seakan-akan masalah Islam hanyalah yang menyangkut segi ritual atau ibadah dalam arti sempit, sedang di bidang muamalah sama sekali buta.

Kebencian Kaum Muslim
Timbul kebencian kaum Muslimin terhadap pemerintahan Inggris, hal ini dipicu karena kedudukan kaum Muslim yang rendah di India. Seperti telah terjadi diskriminasi terhadap kaum Muslim di India. Kebencian yang dibumbui perasaan emosional melahirkan sikap rasional, menolak segala yang datang dari pihak lain tanpa mempertimbangkan baik buruknya, maupun manfaat dan madharatnya.
Kebencian terhadap ilmu pengetahuan dari Barat malah mengakibatkan kemunduran bagi umat Islam di India sendiri, sedangkan orang-orang Hindu sudah jauh melangkah maju dalam langkah lapangan ilmu pengetahuan karena mereka mempergunakan kesempatan sebaik-baiknya mengeruk sebanyak mungkin ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat itu.
Di tengah situasi kebencian kaum Muslim ini munculah seorang mujahid Islam yang memikirkan nasib umat Islam serta pendidikan yang ketinggalan dari kaum lainnya ketika itu, dia adalah Sayyed Ahmad Khan.

Sayyed Ahmad Khan
Lahir pada tahun 1817, Sayyed Ahmad Khan seperti ditakdirkan mengisi kesenjangan kepemimpinan yang terjadi di kalangan masyarakat India masa itu. Ke kalangan atas, hubungannya dengan orang-orang besar berlangsung leluasa. Intelektualitasnya tinggi, pandangannya tajam. Kecepatannya menangkap pengertian sangat mengagumkan, terutama membaca fikiran sebelum hal itu diucapkan orang.
Nenek moyang Sayyed Ahmad Khan sangat terkenal di medan perang, namun karena mereka adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, maka mereka juga menganggap dirinya memiliki kekeramatan rohani juga[2].
Ayah Sayyed Ahmad Khan yang bernama Mir Muttaqi adalah seorang pemimpin agama, tetapi karena keturunan Sayid maka ia juga memperoleh pengaruh besar dan juga sangat dihormati oleh raja Mughal pada waktu itu, Akbar Syah II. Kakeknya Khwaja Fariduddin adalah panglima perang yang di kemudian hari diberi kedudukan agamis semi-hakim oleh kaisar Mughal dan menjadi perdana menteri selama delapan tahun di istana Mughal.

Peran Sir Sayyed Ahmad Khan di India
Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya[3].  mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar : 18)
Ajaran Al-Quran diatas dijalankan dan dipraktekan oleh Sayyed Ahmad Khan guna memperbaiki nasib umat Islam India, yang pada waktu itu sedang ditimpa penyakit jamid (beku berpikir) dan jahid (reaksioner). Dengan memetik serta menyeleksi mana yang paling baik, walaupun datangnya dari barat, maka pada tahun 1867, dia menulis “Wajiblah kita mempelajari kitab-kitab ilmu pengetahuan Barat, meskipun pengarangnya bukan orang Islam dan di dalamnya menyalahi Quran suci. Kita harus meniru cara orang Arab zaman dahulu, yang tidak takut akan kehilangan imannya karena mempelajari kitab Pythagoras”.[4]
Dengan Semboyan “Tolonglah dirimu sendiri, hanya dengan demikian engkau akan maju”. Sayyed Ahmad Khan bangkit membangunkan umat Islam India yang sedang malas, sikap puas, dan tidur pulas, membangunkan, menyadarkan mereka dari kemunduran dan keterbelakangan dengan menganjurkan agar mereka menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, sekalipun ilmu pengetahuan itu datangnya dari Barat.
Sebagai tindak lanjut dari anjurannya itu, maka pada tahun 1875 ia mendirikan sebuah perguruan yang diberi nama “Aligarh College” yang bertujuan mencetak dan melahirkan pemimpin dan sarjana-sarjana Muslim yang mampu mewujudkan masyarakat Islam modern sesuai dengan tuntutan zaman, namun tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Perguruan “Aligarh College” ini dalam perkembangan selanjutnya tidak hanya menerima mahasiswa Muslim saja, tetap juga memberi kesempatan pula kepada orang-orang Hindu dan Kristen untuk memasukinya, sehingga perguruan tersebut menjadi terkenal dan ramai dikunjungi orang. Satu hal yang ditekankan di sini ialah bagi mahasiswa yang beragama Islam diwajibkan mengikuti mata kuliah agama Islam, sedangkan untuk mahasiswa-mahasiswa yang beraliran Syi’ah diberikan mata kuliah agama Islam menurut madzhab Syiah. Selain itu, perguruan ini menitikberatkan perhatiannya kepada pembentukan kepribadian mahasiswa, yang dalam hal ini sejalan dengan tujuan didirikannya “Aligard College” itu sendiri.

Perjalanan Inspiratif
Pada tahun 1869 anak Sayid Ahmad Khan, Sayid Mahmud, memperoleh beasiswa untuk studi lebih tinggi di universitas Cambridge, dan Sayid Ahmad Khan memutuskan untuk menyertainya ke Inggris. Maka pada usia 52 tahun yang sebagian besar orang India merasa bahwa mereka harus beristirahat dengan senang hati, ia meninggalkan negerinya untuk suatu perjalanan yang jauh lagi mahal pada waktu itu.
Sayid Ahmad Khan menetap di Inggris selama 17 bulan dan sibuk bekerja. Ia mempunyai banyak kawan dengan orang-orang Inggris yang sudah pensiun, dan mereka menunjukan keramahan dan kebaikan yang besar. Lord Lawrence umpamanya, setiap bulan selalu mendampingi dan mengatur kunjungan Sayid Ahmad ke lembaga-lembaga yang penting. Ia dipilih menjadi anggota kehormatan dari Atheneum dan juga diterima di Kantor Urusan India. Dan gelar C.S.I (Companion of order of the Star of India) dianugerahkan kepadanya
Di Inggris Sayid Ahmad Khan menghadiri banyak pertemuan sosial dan politik, selain itu ia juga menulis buku jawaban terhadap Life of Muhammad, karya Sir William Muir[5].
Sayid Ahmad Khan menghabiskan banyak waktu di Inggris untuk menghilangkan konsepsi yang salah tentang Islam. Tetapi sudah barang tentu ia adalah terlalu cerdik dan terlalu jujur untuk tidak melihat kesulitan-kesulitan Islam dan umat Muslim dapat diselesaikan hanya dengan penerbitan literatur polemik atau apologestik. Masih banyak lagi hal-hal yang perlu dibenahi dari kehidupan umat Muslim. Sayid Ahmad Khan sangat terkesan dengan kebiasaan dan tingkah laku rakyat Inggris, dengan kegiatan bekerja, kebersihan, ketepatan dan keteraturan cara hidup mereka. Sayid Ahmad Khan berpikir bahwa rakyatnya harus memperbarui diri mereka sendiri dalam banyak hal, dan merasa bahwa pendidikan yang benar adalah kunci bagi semua masalah ini. Ia mengunjungi Cambridge dan universitas-universitas di Inggris lainnya, dan ia memutuskan bahwa setelah kembali ke India ia akan bekerja untuk menyiarkan pendidikan yang baik dan modern di antara orang-orang muslim serta berusaha untuk mendirikan perguruan tinggi Muslim Cambridge di negerinya.
Pada akhir 1870 Sayid Ahmad Khan kembali ke India dan segera menerbitkan majalah Tahdzibul Akhlaq (Pembaruan Sosial). Nomor pertama dari Tahdzibul Akhlaq terbit pada tanggal 24 Desember 1870. Dengan majalah tersebut Sayid Ahmad Khan memulai suatu kampanye yang kuat untuk meningkatkan moral dan tingkah laku umat Muslim India. Dalam Tahdzibul Akhlaq ia dengan keras mengkritik semua adat kebiasaan yang dipandang menghambat kemajuan rakyat. Ia bandingkan adat kebiasaan orang Muslim India dengan adat kebiasaan bangsa-bangsa di dunia Barat, dan mempergunakan bahasa yang keras untuk menyadarkan umat Muslim India pada kemunduran serta kehancuran moral dan intelektualnya.[6]



Perguruan Tinggi Islam
Bersama-sama dengan terbitnya Tahdzibul Akhlaq, Sayid Ahmad Khan juga mulai bekerja untuk menyiarkan pendidikan modern. Pada tanggal 26 Desember 1870, di Benares ia mendirikan “Society for the Educational Progress of Indian Muslims” (Himpunan untuk Kemajuan Pendidikan Orang-orang Muslim India) yang setelah menerima banyak anjuran dan dipertimbangkan masak-masak, memutuskan untuk memulai mendirikan perguruan tinggi Islam. Pertama-tama Sayid Ahmad Khan ingin mendirikan universitas seperti universitas Cambridge, tetapi pemerintah India tidak mengizinkan. Aligarh di mana Sayid Ahmad Khan pernah beberapa tahun menjadi wakil hakim, dipilih sebagai pusatnya. Pada bulan Juni 1875 kelas-kelas pendahuluan dibuka, kemudian pada bulan Juli 1876 Sayid Ahmad Khan pensiun dari kantor pemerintahan dan menetap di Aligarh. Di sini ia mulai bekerja, sebagaimana tujuannya, dengan penuh semangat dan teliti.[7]
Perguruan Tinggi Aligarh pada asasnya hanyalah kerja Sayid Ahmad Khan, namun ia juga didukung oleh pembantu-pembantu yang cakap, dan peranan yang dilakukan anaknya, Sayid Mahmud, dalam merencanakan dan mengatur Perguruan Tinggi tersebut tidaklah kecil. Sayid Mahmud kembali ke India setelah berhasil dari Universitas Cambridge, dan ia tidak hanya memberikan banyak perincian mengenai cara kerja perguruan tinggi di Inggris, tetapi ia juga dapat menarik banyak orang dari Cambridge untuk membantu Perguruan Tinggi Aligarh.
Pada tahun 1886 ia mendirikan “Mohammadan Educational Conference” (Konferensi Pendidikan Islam)[8] yang mengadakan pertemuan di berbagai kota di India dan membawa pesan-pesan Aligarh ke seluruh wilayah India. Konferensi tersebut, sangat memperhatikan masalah pemerataan pendidikan modern di kalangan umat Muslim, dan mengambil resolusi-resolusi serta tindakan-tindakan guna menghilangkan faktor-faktor yang menghalangi kemajuan pendidikan.



Penutup
Bagi umat Muslim Sayid Ahmad Khan adalah seorang pembaru. Ia menganalisis sebab-sebab kemunduran orang Islam dan hasilnya, karena rasa apati terhadap pendidikan Barat. Berkat pribadi yang menarik, kerja keras, kemampuan yang besar, dan pandangannya yang tajam, ia berhasil mencapai sukses.
Sayid Ahmad Khan dianugerahi umur panjang. Pada hari-hari akhir hayatnya, yang ia butuhkan untuk istrahat, ia masih bekerja. Akhirnya ia meninggal dunia pada 27 Maret 1898, pada usia 81 tahun.


[1] Imam Munawwiw. Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa ke Masa. Pt bina ilmu. 2006. Surabaya. Hal 447
[2] Ahmad Khan memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW melalui keturunan Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.
[3] Ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Qur’an dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Qur’an karena ia adalah yang paling baik.
[4] Imam Munawwir. Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam. Hal 450
[5] Lahir di Glasgow dan dididik di akademi Kilmarnock, di Glasgow dan universitas Edinburgh, dan di sekolah Haileybury. Muir menjabat sebagai sekretaris gubernur di provinsi North West, dan sebagai anggota dewan pendapatan Agra. Dan selama pemberontakan ia memimpin intelejen di sana
[6] H.A. Mukti Ali. Alam Pikiran Islam Modern Di India Dan Pakistan. Mizan. 1996. Bandung. Hal 70
[7] Ibid. Hal 72
[8] Ibid. Hal 74

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More