Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal
muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari
paham ontology realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam
kenyataan yang berjalan sesuai dalam hukum alam (natural laws). Upaya
penelitan, dalam hal ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada
dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan
Dibawah naungan payung positivisme, ditetapkan bahwa objek ilmu
pengetahhuan (scientific proporsition) haruslah memenuhi syarat-syarat , yaitu:
dapat di/teramati (observable), dapat di/terulang (repeatable), dapat
di/terukur (measurable), dapat di/teruji (testable) dan dapat di/teramalkan
(predictable). Syarat tersebut 1 s/d 3 merupakan syarat-syarat yang
diberlakukan atas objek ilmu pengetahuan, sedangkann dua syarat terakhir
diberlakukan atas proposisi-proposisi ilmiah karena syarat-syarat itulah, maka
paradigma positivisme ini sangat
bersifat behavioral., operasional dan kuantitatif.
Paradigma positivisme telah menjadi pegangan para ilmuwan untuk
mengungkapkan kebenaran realitas. Setelah positivisme ini berjasa dalam waktu
yang cukup lama (+400), kemudian berkembang sejumlah ’aliran’ paradigma baru
yang menjadi landasan pengembangan ilmu dalam berbagai bidang kehidupan.
Metodologi positivisme.
Metodologi merupakan isu utama yang dibawa positivisme, yang memang
dapat dikatakan bahwa refleksi filsafatnya sangat menitikberatkan pada aspek
ini. Metodologi positivisme berkaitan erat dengan pandanganya tentang objek
positif. Jika metodologi bisa diartikan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan
yang sahih tentang kenyataan, maka kenyataan dimaksud adalah objek positif.
Objek positif sebagaimana dimaksud Comte dapat dipahami dengan
membuat beberapa distingsi atau antinomi, yaitu antara ‘yang nyata’ dan ‘yang
khayal’; ‘yang pasti’ dan ‘yang meragukan’; ‘yang tepat’ dan ‘yang kabur’;
‘yang berguna’ dan ‘yang sia-sia’; serta ‘yang mengklaim memiliki kesahihan
relative; dan ‘yang mengklaim memiliki kesahiahan mutlak’. Dari beberapa
patokan “yang factual” ini, positivism meletakan dasar-dasar ilmu pengetahuan
hanya yang fakta objektif. Jika faktanya adalah “gejala kehidupan material”,
ilmu pengetahuannya adalah biologi. Jika fakta itu “benda-benda mati”, ilmu pengetahuannya
adalah fisika. Demikian juga banyak bidang kehidupan lain yang dapat menjadi
objek observasi empiris yang secara regoruos menjadi objek ilmu pengetahuan.
Atas dasar prmikiran ini, bagi Comte, ilmu pengetahuan yang pertama
adalah astronomi, lalu fisika, lalu kimia, dan akhirnya psikologi (biologi).
Masing-masing ilmu tersebut, memiliki sifat dependennya, dalam hal ini ilmu
yang lebih kemudian bergantung pada yang lebih dahulu. Belajar ilmu fisika
tidak akan efektif tanpa mempelajari lebih dahulu astronomi. Belajar psikologi
tidak efektif tanpa lebih dulu belajar kimia, begitu seterusnya. Demikian ini
karena fenomena biologi lebih konfleks dari pada astronomi.
Mengenai matematika, meski Comte sendiri seorang ahli matematika,
namun ia memandang bahwa matematika bukan ilmu; ia hanya alat berpikir logic.
Bagi Comte matematika memang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena, namun
dalam praktiknya, fenomena ternyata lebih kompleks.
Antinomy-antinomy yang dibuat Comte di atas kemudian diterjemahkan
ke dalam norma-norma metodologi sebagai berikut:
1.
Semua pengetahuan harus terbukti lewat rasa-kepastian (sense of
certain) pengamatan yang sistematis yang terjamin secara intersubjektif.
2.
Kepastian metodis sama pentingnya dengan rasa-kepastian. Kesahihan
pengetahuan ilmiah dijamin oleh kesatuan metode.
3.
Ketepatan pengetahuan kita dijamin hanya oleh bangunan teori-teori
yang secara formal kokoh yang mengikuti deduksi hipotesis-hipotesis yang
menyerupai hokum.
4.
Pengetahunan ilmiah haris digunakan secara teknis. Ilmu pengetahuan
memungkinkan control teknis atas proses-proses alam maupun sosisal… kekuatan
control atas alam dan masyrakat dapat dilipatgandakan hanya dengan mengakui
asas-asas rasionalitas, bukan melalui perluasan buta dari riset empiris,
melainkan melalui perkembangan dan penyatuan teori-teori.
5.
Pengetahuan kita pada prinsipnya tak pernah selesai dan relative,
sesuai dengan sifat relative dan semangat positif.
Atas pandangan diatas, menurut Comte metodologi penelitian yang
harus digunakan dalam proses keilmuan adalah observasi, eksperimentasi,kemudian
komparasi.yang terakhir ini digunakan, terutama untuk melihat hal-hal yang
lebih komplek, seperti biologi dan sosiologi.[1]
Ciri khas filsafat positif.
Ciri khas pertama filsafat positf adalah bahwa ia menganggap semua
fenomena tunuk pada hukum-hukum alam yang sama. Urusan kita adalah mengupayakan
suatu penemuan akurat atas hukum-hukum itu dengan tujuan memerasnya ke dalam
jumlah terkecil yang dimungkinkan. Dengan berspekulasi tentang
penyebab-penyebab, kita bisa dengan mudah memecahkan persoalan tentang asal
mula dan tujuan. Urusan kita sesungguhnya adalah menganalisis secara akurat
keadaan-keadaan fenomena dan mengaitkan mereka berdasarkan hubungan-hubungan
alami berupa pergantian dan keserupaan. Gambaran paling jelas tentang hal ini
adalah dalam kasus ajaran gravitasi. Kita mengatakan bahwa fenomena umum alam
semesta dijelaskan olehnya sebab ia menghubungkan seluruh varietas fakta-fakta
astronomi yang sangat luas berdasarkan satu hal: menunjukan kecenderungan
konstan atom-atom antara satu dengan yang lain berdasarkan perbandingan
langsung dalam hal massanya dan melalui perbandingan terbaik dalam hal kuadrat
jaraknya. Sementara fakta umum hanyalah perluasan dari sesuatu yang sangat kita
kenal, dan karenanya kita katakana telah kita ketahui-bobot badan di permukaan
bumi. Tentang bobot dan gaya tarik, kita tak bias melakukan apa pun terhadapnya
sebab ia sama sekali bukanlah materi pengetahuan. Para teolog dan metafisikawan
bisa saja membayangkan dan menyempurnakan persoalan itu, namun filsafat positif
menolak upaya seperti itu. Ketika upaya apapun dilakukan untuk menjelaskan
keduanya, upaya itipun hanya berkhir dengan pernyataan bahwa gaya tarik adalah
bobot universal dan bahwa bobot adalah gaya tarik bumi: yakni, dua satuan
fenomena itu identik; yang hal itu merupakan titik yang dari situ persolaan
dirumuskan.[2]
Penggolongan ilmu
Menurut Comte setiap ilmu memberikan sumbangan bagi filsafat
positif
a.
Ilmu-ilmu diatur sesuai dengan urutannya dalam memberikan sumbangan
bagi positivisme: 1. Matematika (arithmatika, geometri, mekanika), 2.
Astronomi, 3. Fisika, 4. Kimia, 5. Biologi, 6. Sosiologi, 7. Etika.
b.
Sosiologi adalah ilmu yang lebih komplek dan bergantung pada
ilmu-ilmu yang mendahului, khususnya biologi dengan pengenalannya atas
benda-benda organic.
c.
Psikologi, etika dan ekonomi tidak dapat terpisah dari sosiologi.[3]
Penutup.
Jadi bahwa
positivisme itu sangat membantu dalam proses keilmua khususnya dalam bidang
yang bersifat fisik, karena dengan positivisme ilmu dapat memiliki peranya dan
menemui keaktualan suatu ilmu, dan ilmu itu bersifat behavioral., operasional
dan kuantitatif.
[1] Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar
Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004),
109-111
[2] Henry D. Aiken, Abad Ideologi:Kant, Fichte, Hegel, Schopenhauer,
Comte, Mill, Spencer, Marx, Mach, Niethzsche, Kierkegaard, (Yogyakarta: Relief, 2009),150-151
[3] Ali Mudhofir, Kamus Filsuf Barat, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), 103
1 komentar:
semoga ini membantu tugas dari dosen saya,,, trima kasih
Posting Komentar