banner blog aing

MAI APOLOJES

Setelah Vakum Selama Hampir Empat Tahun, Theosopher Hadir Kembali Dengan Artikel-Artikel Segar (:

WESTERN PHILOSOPHY

Menawarkan Beberapa Artikel Tentang Perkembangan, Tokoh Atau pun Pemikiran Pada Zamannya.

RELIGIOUS STUDIES

Kumpulan Beberapa Tulisan Yang Berkenaan Dengan Agama Dunia Serta Cara Pandang Disiplin Ilmu Umum.

TUMBLR

About Reality: Kumpulan Kata Bajak, Keluhan Pemirsah, Serta Kumpulan Cerita Pendek Sependek-pendeknya.

KRISTEN:AGAMA DAN DOKTRIN PAULUS

Bagaimana dan Apa Saja Peran Paulus Terhadap Agama Kristen ???.

Selasa, 23 November 2021

MATERI PKN KELAS 12 MA MULTAZAM KOTA BANDUNG

SEMESTER 1

Bab 1 Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

·         Hakikat Hak dan Kewajiban Warga Negara

·         Substansi Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Pancasila

·         Kasus Pengingkaran Hak dan Kewajiban Warga Negara

·         Upaya Penanganan pelanggaran Hak dan Kewajiban Warga Negara

Bab 2 Pelindungan dan Penegakkan Hukum

·         Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum

·         Peran Lembaga Penegakan Hukum dalam Menjamin Keadilan dan Kedamaian

·         Pelanggaran Hukum, Sanksi, dan Peran serta Masyarakat dalam Penegakan Hukum

 

SEMESTER 2

Bab 1 Pengaruh Kemajuan IPTEK terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Mengidentifikasi Pengaruh Kemajuan IPTEK terhadap NKRI

·         Membangun Sikap Selektif dalam Menghadapi Berbagai Pengaruh Kemajuan IPTEK

Bab 2 Dinamika Persatuan dan Kesatuan dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa

MATERI PKN KELAS 11 MA MULTAZAM KOTA BANDUNG

SEMESTER 1

Bab 1 Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila

·         Konsep Hak dan Kewajiban Asasi Manusia

·         Substansi Hak dan Kewajiban Asasi dalam Pancasila

·         Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

·         Upaya Penegakkan HAM di Indonesia

Bab 2 Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila

·         Hakikat Demokrasi

·         Dinamika Penerapan Demokrasi Pancasila

·         Membangun Kehidupan yang Demokratis di Indonesia

Bab 3 Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia

·         Sistem Hukum di Indonesia

·         Mencermati Sistem Peradilan di Indonesia

·         Sikap yang Sesuai dengan Ketentuan Hukum

 

SEMESTER 2

Bab 1 Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia

·         Peran Indonesia dalam Menciptakan Perdamaian Dunia melalui Hubungan Internasional

·         Peran Indonesia dalam Menciptakan Perdamaian Dunia melalui Organisasi Internasional

Bab 2 Mewaspadai Ancaman terhadap Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Menelaah Ancaman terhadap Integrasi Nasional

·         Stategi Mengatasi Berbagai Ancaman terhadap Ipoleksobudhankam dalam Membangun Integrasi Nasional

Bab 3 Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Makna Peratuan dan Kesatuan Bangsa

·         Kehidupan Bernegara dalam Konsep NKRI

·         Faktor Pendorong dan Penghambat Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia

·         Perilaku yang Menunjukkan Sikap Menjaga Keutuhan NKRI

MATERI PKN KELAS 10 MA MULTAZAM KOTA BANDUNG

SEMESTER 1

Bab 1 Nilai-Nilai Pancasila dalam Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

·         Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia

·         Kedudukan dan Fungsi Kementerian Negara Republik Indonesia dan Lembaga Pemerintah Nondepartemen

·         Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Bab 2 Ketentuan UUD NRI 1945 dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

·         Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia

·         Kemeredekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia

·         Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia

Bab 3 Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI 1945

·         Suprastruktur dan Infrastruktur Sistem Politik Indonesia

·         Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI 1945

·         Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

·         Partisipasi Warga Negara dalam Sistem Politik di Indonesia

Bab 4 Hubungan Struktural dan Fungsional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

·         Hubungan Struktural dan Fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah

·         Hakikat Otonomi Daerah

·         Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

 

SEMESTER 2

Bab 1 Integrasi Nasional dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika

·         Kebhinnekaan Bangsa Indonesia

·         Pentingnya Konsep Integrasi Nasioan;

·         Faktor-Faktor Pembentuk Integrasi Nasional

·         Tantangan dalam Menjaga Keutuhan NKRI

·         Peran Serta Warga Negara dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Bab 2 Ancaman Terhadap Negara dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika

·         Ancaman terhadap Integrasi Nasional

·         Ancaman di Bidang Ipoleksobudhankam

·         Peran Serta Masyarakat untuk Mnegatasi Berbagai Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional

Bab 3 Wawasan Nusantara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

·         Wawasan Nusantara

·         Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara

·         Aspek Trigatra dan Pancagatra dalam Wawasan Nusantara

·         Peran Serta Warga Negara dalam Mendukung Implementasi Wawasan Kebangsaan

Minggu, 28 Februari 2021

Kiai Ahmad Dahlan

1. Biografi Kiai Ahmad Dahlan

Muhammad Darwis atau Kiai Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman, Yogyakarta, anak ke-4 dari pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti Kiai Haji Ibrahim.

Sejak kecil beliau sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan kreatif. Beliau mampu mempelajari dan memahami kitab yang diajarkan di pesantren secara mandiri. Beliau dapat menjelaskan materi yang dipelajarinya dengan rinci, sehingga orang yang mendengar penjelasannya mudah untuk mengerti dan memahaminya. Beliau juga sudah mampu membaca al-Qur`an dengan tajwidnya pada usia 8 tahun.

Pada tahun 1883, setelah cukup menguasai pengetahuan agama beliau berangkat ke Makkah selama lima tahun. Di sana beliau mengkaji kitab-kitab Tauhid karangan Syaikh Mohammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma karangan Syaikh Mohammad Abduh, Kanz al-Ulum dan Dairot al-Ma’arif karangan Farid Wajdi, Fi al Bid’ah karangan Ibnu Taimiyah, Tafsir al Manar karangan Sayid Rasyid Ridha, Majalah al-‘Urwat al-Wutsqa, dan masih banyak kitab-kitab yang lain yang sering beliau kaji. Menjelang kepulangannya beliau menemui Imam Syafi’i Sayid Bakri Syatha untuk mengubah nama dari Muhammad Darwis mendapatkan nama baru Haji Ahmad Dahlan

Setelah kembali ke tanah air, beliau kembali menuntut ilmu dan belajar ilmu fikih dan nahwu kepada kakak iparnya Haji Muhammad Saleh dan Kiai Haji Muhsin, ilmu falak kepada Kiai Raden Haji Dahlan, hadis kepada Kiai Mahfuzh dan Syaikh Hayyat, ilmu qira`ah kepada Syaikh Amin dan Bakri Satock, ilmu bisa atau racun binatang kepada Syaikh Hasan. Beliau juga belajar kepada Kiai Haji Abdul Hamid, Kiai Muhammad Nur, R. Ng. Sosrosugondo, R. Wedana Dwijosewoyo dan Syaikh M. Jamil Jambek.

Pada tahun 1903, beliau dan anaknya, Muhammad Siradj berangkat ke Makkah dan menetap di sana selama dua tahun. Beliau kembali ke Makkah untuk memperdalam pengetahuan agama. Di sana, beliau belajar secara langsung dari ulama-ulama Indonesia di Makkah yaitu, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, Kiai Mahfuzh Termas, Kiai Muhtaram dari Banyumas, dan Kiai Asy’ari dari Bawean. Selama di Makkah Kiai Haji Ahmad Dahlan juga bersahabat karib dengan Kiai Nawawi al-Bantany, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya dan Kiai Fakih dari Maskumambang.

Kiai Ahmad Dahlan ialah seorang yang memiliki gagasan pembaharuan. Beliau terpengaruh dengan gagasan dari Muhammad Abduh dan Sayid Rasyid Ridha. Bahkan beliau pernah mendiskusikan esensi dari gerakan pembaharuan kepada mereka berdua. Untuk mendalami gagasan pembaharuan, beliau sering membaca Majalah al-Manar oleh Rasyid Ridla dan al-‘Urwat al-Wutsqa oleh Jamaludin al-Afghany.

Kiai Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 dalam usia 55 tahun. Hari ini kita masih menyaksikan karya besar anak bumi putera ini. Beliau meninggalkan pesan bagi para generasi penerusnya di Muhammadiyah, beliau mengatakan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan cari hidup di Muhammadiyah”.

2. Teladan dari Kiai Ahmad Dahlan

a. Menciptakan Masyarakat Islam yang Sejahtera

Kiai Ahmad Dahlan dalam menciptakan masyarakat Islam yang sejahtera menekankan pada bentuk-bentuk pelayanan. Hal ini terlihat pada beberapa sekolah, panti asuhan, rumah sakit dan penerbit. Pernah jamaah bertanya kepada beliau, “Kenapa Kiai membahas Surah al-Maun dilakukan berulang-ulang?“. Beliau menjawab, “Saya tidak akan berhenti menyampaikan Surah itu sebelum anda terjun kemasyarakat mencari orang-orang yang perlu ditolong”.

Bentuk-bentuk pelayanan di sini terbagi menjadi tiga bidang yaitu, pendidikan, sosial, dan keagamaan.

Pertama, di bidang pendidikan lembaga pendidikan Islam harus diperbaharui dengan metode dan sistem pendidikan yang lebih baik. Model pembelajaran sorogan dan bandongan yang selama ini diterapkan di pesantren perlu diganti dengan model pembelajaran klasikal, sehingga sasaran dan tujuan kegiatan pembelajaran lebih terarah dan terukur. Beliau menggabungkan sisi baik model pendidikan pesantren dengan model pendidikan Barat untuk diterapkan dalam pendidikan Islam. Kegiatan pendidikan dilakukan di dalam kelas, materi pelajaran tidak hanya pengetahuan agama saja tetapi dilengkapi dengan materi ilmu pengetahuan umum.

Kedua, di bidang sosial beliau berkonsentrasi pada empat hal yaitu, mewujudkan bidang pendidikan dan guruan sehingga bisa membangun gedung universitas, mengembangkan agama Islam dengan jalan dakwah dengan membangun langgar, masjid dan madrasah pendakwah di daerah untuk tempat pengajian, pengkajian dan ibadah, membangun rumah sakit untuk menolong masyarakat yang menderita sakit serta membangun rumah miskin dan rumah yatim dan menyiarkan agama Islam dengan mengedarkan selebaran, majalah dan buku secara gratis atau dengan berlangganan. Pengetahuan yang disampaikan dalam majalah atau buku ditulis dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat, sehingga pesan yang akan disampaikannya dapat dipahami.

Ketiga, di bidang keagamaan beliau berusaha keras untuk menghilangkan stigma kaum penjajah bahwa agama Islam itu kolot dan bodoh, karena itu umat Islam perlu diberikan pencerahan ilmu dan iman. Beliau pernah mengatakan, “Manusia itu semua mati (perasaannya) kecuali para ulama (orang-orang yang berilmu). Ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal, mereka yang beramalpun semuanya khawatir kecuali mereka yang ikhlas dan bersih”.

b. Ilmu pengetahuan dan agama adalah pengikat kehidupan manusia

Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki perasaan yang sama. Perasaan yang sama inilah yang akan membawa manusia pada kemajuan dan peradaban. Perasaan yang sama ini timbul sebab dua alasan yaitu berasal dari satu keturunan yaitu Adam dan Hawa dan tujuan kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan. Menurutnya, jika belum timbul perasaan yang sama, maka lakukan tiga hal yaitu menganggap ilmu pengetahuan itu penting untuk dipikirkan, mempelajari ilmu pengetahuan dengan serius dan cermat, dan Tiga hal di atas dapat mengikat kehidupan manusia dan menimbulkan perasaan yang sama. Hal tersebut juga akan mengurangi kebodohan universal, kertidaksepakatan dengan pembawa kebenaran, dan ketakutan akan jabatan, status, pekerjaan dan kesenangan.

Dalam implementasinya, beliau pernah mengingatkan bahwa setiap orang butuh agama untuk menerangi kehidupan dan membawa kepada kebenaran, setiap orang juga harus mencari pengetahuan baru tanpa membedakan asal pengetahuannya dari kelompok mana untuk menghilangkan kebodohan universal dan setiap orang harus mengamalkan pengetahuan yang sudah dipahaminya agar tidak membiarkan pengetahuan terbuang atau hanya ada pada pikiran semata.ngatur kehidupan dengan instrumen al-Qur`an.

Kiai Hasyim Asy’ari

1. Biografi Kiai Hasyim Asy’ari

Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin ‘Abdil-Wahid bin ‘Abdil-Halim bin ‘Abdil-Rahman bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-‘Aziz bin ‘Abdillah Fattah bin Maulana Ishaq atau kerap dipanggil dengan Kiai Hasyim dilahirkan pada tanggal 2 Dzulqa’dah 1287/14 Februari 1871 di Desa Gedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Beliau lahir di pesantren milik kakeknya dari pihak ibu, yaitu Kiai Usman yang didirikan pada akhir abad ke 19. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Halimah yang silsilahnya sampai pada Brawijaya VI dan Ahmad Asy’ari yang silsilahnya sampai pada Joko Tingkir.

Sejak kecil tanda-tanda kecerdasan dan ketokohan terlihat pada beliau. Seperti pada umur ke-13, beliau berani menjadi guru pengganti di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak sedikit yang lebih tua. Pada umur ke-15, beliau mulia pergi menuntut ilmu ke berbagai pesantren di Jawa dan Madura. Dimulai dari Pesantren Wonokoyo, Probolinggo, Pesantren Langitan, Tuban, Pesantren Trenggilis, Semarang, dan Kademangan, Bangkalan.

Di kota Bangkalan, beliau diasuh oleh ulama yang terkenal di Madura yaitu Kiai Kholil atau sering dipanggil Kiai Kholil Bangkalan. Setelah di Pesantren Kademangan, beliau berpindah lagi pada tahun 1891 ke Pesantren Siwalan, Sidoarjo dalam asuhan Kiai Ya’kub.

Beliau menikah saat berumur 21 tahun dengan Khadijah, putri Kiai Ya’kub. Setelah menikah, beliau dan istrinya menunaikan ibadah haji ke Makkah. Beliau kembali setelah tujuh bulan di sana, yaitu saat istri dan anaknya yang baru berumur dua bulan, Abdullah meninggal dunia.

Pada tahun 1893, beliau pergi ke Makkah lagi dan menetap di sana selama 7 tahun. Di sana, beliau berguru kepada Syaikh Mahfuzh Termas, Syaikh Mahmud Khatib al-Minangkabauwy, Imam Nawawi al-Bantani, Syaikh Dagistany, Syaikh Syatha, Syaikh al-Allamah Hamid al-Darustany, Syaikh Ahmad Amin al_Athar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Syaikh Muhammad Syu’aib al-Maghriby, Sayyid Ahmad bin Hasan al-Athar, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah az-Zawawi, Sayyid Husain al-Habsyi, dan Syaikh Saleh Bafadhal. Selain belajar, beliau juga mengajar di Makkah. Beberapa murid beliau adalah, Syaikh Sa’dullah al-Maimani (mufti di India), Syaikh Umar Hamdan (ahli hadis di Makkah), Asy-Syihab Ahmad bin Abdullah (dari Suriah), Kiai Wahab Hasbullah (pendiri Pesantren Tambakberas, Jombang), Kiai Asnawi (Kudus), Kiai Dahlan (Kudus), Kiai Bisri Syansuri (pendiri Pesantren Denanyar, Jombang), dan Kiai Shaleh (Tayu).

Pada tahun 1899, beliau pulang ke tanah air dan mengajar di pesantren milik kakeknya. Lalu beliau mengajar di Kemuning, Kediri yang merupakan kediaman mertuanya. Kemudian mendirikan sebuah pesantren yang sering disebut dengan Pesantren Tebuireng, Cukir, Jombang.

Beliau tidak hanya dikenal sebagai kiai ternama saja, melainkan sebagai petani dan pedagang yang sukses. Dari hasil pertanian dan perdagangan ini beliau membiayai keluarga dan pesantren yang beliau asuh.

Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947 dan meninggalkan beberapa putra-putri yaitu Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Ummu Abdul Hak, Abdul Wahid, Abdul Khaliq, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Khodijah, dan Muhammad Ya’kub.

Beliau juga meninggalkan tulisan pemahaman keilmuannya pada beberapa kitab yaitu, at-Tibyan fi an-Nahyi ‘an Muqata’at al-Arham wa al-Aqarib wa al- Ikhwan, Muqaddimah al-Qanun al-Asasi, Risalah fi Ta’kid al-Ahzi bi al-Mazhab al-Aimmah al-Arba’ah, Mawa’i, Arba’ina Hadisan, an-Nur al-Mubin, at-Tanbihat al-Wajiban, Risalah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, Ziyadah Ta’Liqat ‘ala Manzumah Syaikh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani, Żaw’il Misbah, ad-Durar al-Muntasyirah, al-Risalah fi al-‘Aqaid, al-Risalah fi at-Tasawuf, Adab al-‘alim wa al-Muta’allim, Tamyiz al-Haq min al-Batil. Beberapa lainnya masih berupa manuskrip, yaitu Hasyiyat ‘ala Fath ar-Rahman bi Syarh Risalah al-Wali Ruslan li Syaikh al-Islam Zakariyya al-Ansari, al-Risalah al-Tauhidiyah, al-Qalaid fi Bayan ma Yajid min al-‘Aqaid, al-Risalah al-Jama’ah, Tamyiz al-Haq min al-Batil, al-Jasus fi ahkam an-Nuqus, dan Manasik Sugra.

2. Teladan dari Kiai Hasyim Asy’ari

a. Berkhidmah Kepada Guru

Ada cerita yang cukup mengagumkan tatkala Kiai Hasyim bersama dengan Kiai Kholil. Suatu hari, beliau melihat Kiai Kholil bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kiai Khalil menjawab, bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kiai Hasyim pun mengusulkan agar Kiai Kholil membeli cincin lagi. Kiai Kholil pun mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kiai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut didalam WC. Akhirnya, Kiai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC, dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kiai Hasyim menemukan cincin tersebut.

Alangkah bahagianya Kiai Kholil atas keberhasilan Kiai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kiai Hasyim menjadi sangat dekat dengan Kiai Kholil, baik semasa menjadi santrinya maupun setelah kembali ke masyarakat untuk berjuang. Hal ini terlihat dengan pemberian tongkat saat Kiai Hasyim hendak mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama`.

b. Berkhidmat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kiai Hasyim adalah seseorang yang memberi fatwa bahwa Hindia Belanda adalah darussalam karena memberi kebebasan umat Islam untuk menjalankan syariat Islam. Tetapi ketika kita dalam proses mendirikan negara, beliau memfatwakan untuk berjuang supaya Islam menjadi dasar negara. Seperti saat Kiai Hasyim mengeluarkan fatwa jihad pada 17 September 1945 yang berbunyi 1) Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita adalah fardlu ‘ain bagi setiap orang Islam yang mungkin meskipun bagi orang fakir. 2) Hukumnya orang yang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplotannya adalah mati syahid. 3) Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini wajib dibunuh.

Selanjutnya pengukuhan Resolusi Jihad digelar dalam rapat para ulama se-Jawa dan Madura pada tanggal 22 Oktober 1945. Pengukuhan tersebut ditutup oleh pidato Kiai Hasyim yang berbunyi, “Apakah ada dan kita orang yang suka ketinggalan tidak turut berjuang pada waktu-waktu ini, dan kemudian ia mengalami keadaan sebagaimana disebutkan Allah ketika memberi sifat kepada kaum munafik yang tidak suka ikut berjuang bersama Rasulullah. Demikianlah maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan surut seujung rambut pun. Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya. Maka barangsiapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat, pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya”.

Fatwa Resolusi Jihad pun disebarluaskan dan dengannya mampu menggerakkan rakyat Indonesia untuk melawan dan mengusir penjajahan kembali oleh Belanda. Fatwa tersebut menggambarkan bahwa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan kewajiban agama.

c. Pendidikan Pesantren Karakter Kebangsaan

Pertama, pendidikan karakter pesantren berupaya mengajak bangsa ini untuk mandiri bukan hanya dalam soal ekonomi dan politik. Tapi juga dalam kebudayaan dan kerja pengetahuan. Dalam pendidikan seperti ini, anak-anak kita diajarkan bahwa bangsa ini juga punya pengetahuan sendiri, tahu, dan berilmu.

Ada kebanggaan tersendiri untuk tahu tentang dirinya sebagai bangsa, punya tradisinya sendiri, dan juga percaya diri bahwa mereka bisa melakukan kerja pengetahuan yang bebas dan mandiri. Acuan pendidikan pesantren adalah dasardasar kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, yang diperoleh dari masa sejak abad pertama masuknya Islam, dan juga sebagian mengambil inspirasi dari masa Hindu-Budha (seperti lakon-lakon pewayangan) untuk kemudian diolah sesuai dengan jiwa pendidikan pesantren.

Kedua, pendidikan karakter pesantren mengajarkan anak didiknya untuk bergaul dan bersatu di antara sesama anak bangsa se-Nusantara, apapun suku, latar belakang dan agamanya. Mereka diajarkan untuk saling berinteraksi secara harmonis di antara berbagai komunitas bangsa tersebut. Kalau ada perselisihan, mereka diminta untuk berdamai melalui mediasi para ulama pesantren atau yang ditunjuk oleh orang pesantren untuk memerankan fungsi mediasi tersebut. Seperti peran para ulama Makkah di abad 17 yang meminta Banten, Mataram dan Bugis-Makassar untuk bersatu, juga peran Kiai Haji Oemar di Tidore, Maluku, paruh kedua abad 18 yang menyatukan para pelaut Indonesia Timur dari berbagai agama dan suku untuk bersatu menghadapi Inggris dan Belanda.

Ketiga, pengetahuan diabdikan bagi kepentingan dan keselamatan nusa dan bangsa ini. Itu sebabnya pesantren mengajarkan berbagai jenis kebudayaan Nusantara yang akan menjadi alat perekat, pertahanan dan mobilisasi segenap kekuatan bangsa ini.

Keempat, karena pergaulannya yang begitu rapat dengan bangsa-bangsa lain di jalur perdagangan dunia di Samudera Hindia, orang-orang pesantren juga mengajarkan anak-anak bangsa ini cara-cara menghadapi dan bersiasat dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan orang-orang Eropa (kini Amerika) yang berniat menguasai wilayah di Asia Tenggara.

Kelima, orang-orang pesantren juga mengajarkan kepada anak-anak bangsa ini untuk memaksimalkan serta memanfaatkan segenap potensi ekonomi dan sumber daya negeri ini. Itu sebabnya pesantren hadir di dekat sumber-sumber mata air dan sumber-sumber kekayaan alam.

Kiai Kholil al-Bangkalani

1. Biografi Kiai Kholil al-Bangkalani 

 

Muhammad Kholil atau biasa dipanggil Kiai Kholil Bangkalan lahir pada tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925. Beliau ialah seorang ulama yang cerdas dari kota Bangkalan, Madura. Beliau telah menghafal al-Qur`an dan memahami ilmu perangkat Islam seperti nahwu dan sharaf sebelum berangkat ke Makkah. Beliau pertama kali belajar pada ayahnya, Kiai Abdul Lathif. Lalu belajar kitab ‘Awamil, Jurūmīyah, ‘Imrīthī, Sullam al-Safīnah, dan kitab-kitab lainnya kepada Kiai Qaffal, iparnya. Kemudian beliau melanjutkan belajar pada beberapa kiai di Madura yaitu Tuan Guru Dawuh atau Bujuk Dawuh dari desa Majaleh (Bangkalan), Tuan Guru Agung atau Bujuk Agung, dan beberapa lainnya sebelum berangkat ke Jawa. Ketika berada di Jawa, beliau belajar kepada Kiai Mohammad Noer selama tiga tahun di Pesantren Langitan (Tuban), Kiai Asyik di Pesantren Cangaan, Bangil (Pasuruan), Kiai Arif di Pesantren Darussalam, Kebon Candi (Pasuruan) dan Kiai Noer Hasan di Pesantren Sidogiri (Pasuruan) dan Kiai Abdul Bashar di Banyuwangi. Setelah belajar di Madura dan Jawa, beliau berangkat ke Makkah. Beliau belajar ilmu qira`ah sab’ah sesampainya di Makkah. Di sana beliau juga belajar kepada Imam Nawawi al-Bantany, Syaikh Umar Khathib dari Bima, Syaikh Muhammad Khotib Sambas bin Abdul Ghafur al-Jawy, dan Syaikh Ali Rahbini. Kiai Kholil pun menikah dengan seorang putri dari Raden Ludrapati setelah kembali dari Makkah. Dan beliau akhirnya menghembuskan nafas pada tahun 1925. Selama hidup, beliau telah menuliskan beberapa kitab yaitu al-Matn asy-Syarīf, al- Silāh fī Bayān al-Nikāh, Sa’ādah ad-Dāraini fi as-Shalāti ‘Ala an-Nabiyyi ats-Tsaqolaini dan beberapa karya lainnya.

 

2. Teladan dari Kiai Kholil al-Bangkalani 

a. Pantang menyerah dan senantiasa berusaha 

 Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya. Setelah pulang dari Makkah, Kiai Kholil bekerja menjadi penjaga malam di kantor pejabat Adipati Bangkalan. Beliau selalu menyempatkan membaca kitabkitab dan mengulangi ilmu yang telah didalaminya selama belasan tahun. Beliau pun menikahi putri seorang kerabat Adipati, Raden Ludrapati yang pernah tertarik menjadikannya menantu. Setelah itu, beliau pun berdakwah dan berhasil membangun beberapa masjid, pesantren dan kapal Sarimuna yang kelak diwariskan pada anak-cucunya. Pembangunan masjid, pesantren dan kapal tersebut memiliki pesan simbolik bahwa kegiatan dakwah harus beriringan dengan ekonomi yang baik. 

b. Ketulusan dalam beramal 

Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri yang belum diizinkan pulang tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati oleh-oleh sederhana yang dibawanya. Setelah kejadian itu, sepasang suami-istri tersebut berkeinginan untuk kembali lagi dengan membawa bentol lebih banyak lagi. Tapi sesampainya di kediaman pak kiai, Kiai Kholil tidak memperlakukan mereka seperti sebelumnya. Bahkan oleh-oleh bentol yang dibawa mereka ditolak dan diminta untuk membawanya pulang kembali. Dalam perjalanan pulang, keduanya terus berpikir tentang kejadian tersebut. Dalam kedua kejadian ini, Kiai Kholil menyadari bahwa pasangan suamiistri berkunjung pertama kali dengan ketulusan ingin memulyakan ilmu dan ulama. Sedangkan dalam kunjungan kedua, mereka datang untuk memuaskan kiai dan ingin mendapat perhatian dan pujian dari Kiai Kholil.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More