Dilahirkan di Roccaseca dekat
Aquino, Italia dari keturunan bangsawan terkemuka. Setelah mendapat pendidikan
dalam biara Monte Cassino, yang kemudian bertentangan dengan kehendak orang
tuanya dia masuk perkumpulan keagamaan dari golongan Dominikan dari Napoli.
Pada usia 24 tahun ia sudah menjadi pengajar dalam bidang filsafat dan dikenal
sebagai Doktor Universitas. Ia menyempurnakan pemikiran Albertus Magnus dan
menjadikanya suatu sistem pemikiran komprehensif.
Filsafat mulai dengan studi tentang
fakta yang diperoleh dari pengalaman manusia kemudian dari sini dimulailah
metode rasional untuk mencari penyebabnya, yang ditemukan di dalam Tuhan. Teologi
mulai dengan kepercayaan kepada Tuhan dan kemudian mulai ke arah pengertian tentang
cara bagaimana segala sesuatu itu berasal dari Tuhan. Rasio dan wahyu merupakan
metode yang valid untuk mencapai kebenaran namun ada wilayah tertentu yang masing-masing
di antara mereka kompeten dan penting untuk membedakan mereka. Pengertian
ilmiah yang mengacu kepada dunia fisik termasuk dalam bidang filsafat, harus
dicapai melalui metode rasional, karena tidak ada wahyu yang mengacu kepada
persoalan ini. Masalah yang berkaitan dengan penyelamatan manusia, trinitas,
inkarnasi, kehidupan sesudah mati, dan berbagai topik yang berkaitan dengan
teologi tidak dapat dimengerti lepas dari wahyu ilahi. Mereka tidak dapat dibuktikan maupun dibantah dengan menggunakan argumen rasional. Mereka secara ketat merupakan masalah iman. Di antara dua bidang yang termasuk filsafat maupun teologi, ada bidang ketiga: kebenaran dapat dicapai, baik oleh iman maupun rasio. Misal: eksistensi Tuhan dapat diterima sebagai masalah iman yang didasarkan atas wahyu atau dapat
ditetapkan dengan menggunakan argumen rasional. Bagi orang yang kurang terpelajar hal itu akan menjadi
persoalan iman, sedangkan bagi orang yang dapat memahami argumen filsafat hal itu merupakan persoalan penalaran. Semua kebenaran itu dapat dipikirkan, karena kebenaran itu milik Tuhan, yang merupakan ada
pada rasional. Kenyataannya bahwa manusia tidak mampu memahami alasan apa yang menjadi dasar persoalan teologis tersebut, hal itu bukan karena manusia itu tidak rasional melainkan karena keterbatasan pikiran manusia sebagai akibat dosa asal.
Mengenai Teori Pengetahuan Thomas menolak teori pengetahuan Plato, terutama tentang innate ideas; dia lebih setuju dengan Aristoteles: bahwa semua pengertian tentang dunia bermula dari fakta konkret pengalaman manusia. Mengetahui sesuatu harus dapat menamai kelas atau universalia yang dimiliki objek. Karena universalia itu tidak muncul dalam pikiran mendahului pengalaman, pengetahuan atau kesadaran tentang hal itu harus berasal dari luar. Hal ini ditimbulkan oleh sensasi (penginderaan). Tiada Sesuatu yg ada dalam intelek yang tidak hadir dalam sensasi
yang akan menjadi empirisis. Mengetahui itu merupakan aktivitas jiwa. Jiwa sejauh ia sebagai
pelaku yang mengetahui memiliki 3 (tiga) fungsi atau kemampuan dasar. Sensasi, intelek aktif, dan intelek
potensial, yang masing-masing memberikan kontribusinya sendiri-sendiri di dlm
proses mengetahui. Fungsi sensasi: menerima bentuk yang muncul dalam objek partikular.
Karena objek atau substansi itu merupakan kombinasi materi & bentuk
(Aristotelian), yang diperlukan adalah bahwa bentuk itu dipisahkan dalam
pikiran dari materi yang merupakan asosiasinya. Hal ini dicapai ketika jiwa memiliki sensasi tetang objek dan intelek aktif melakukan pemisahan.
Mengenai argumen tentang eksistensi Tuhan dia membagi menjadi beberapa argumen The argument from motion: Kita mempersepsi sesuatu dalam gerakan dan kita tahu bahwa sesuatu itu tidak bergerak sendiri. Oleh karena itu, apa saja yang bergerak digerakkan oleh sesuatu yang lain, dan seterusnya secara tidak terbatas (ad infinitum). Kita dihadapkan dengan alternatif infinite regress atau
Penggerak Pertama. Bergerak mundur secara tak terbatas itu mustahil, karena dalam kasus tersebut akan tidak ada penyebab pertama gerakan dan karenanya sama sekali tidak ada gerakan. Dengan demikian, kita memiliki alternatif lain akan adanya
Penggerak Pertama, dan inilah apa yang oleh setiap orang dipahami sebagai Tuhan.
The argument from efficient causation: Di dalam alam kita tahu tidak ada sesuatu yang merupakan kausa efisien atas dirinya sendiri. Agar sesuatu menjadi penyebab bagi dirinya sendiri ia harus mendahului dirinya sendiri dan jelas-jelas hal ini mustahil. Setiap
sebab yang diketahui di dalam alam pada saat yang sama merupakan akibat dari sebab yang lain. Namun kita tidak dapat memiliki sebab yang tidak terbatas, karena hal ini tidak akan menerangkan apa pun tentang sebab terakhir yang dapat diamati. Karena inilah kita harus menyimpulkan bahwa Penyebab Pertama itu ada dan itulah yang dimaksudkan dengan istilah Tuhan.