banner blog aing

MAI APOLOJES

Setelah Vakum Selama Hampir Empat Tahun, Theosopher Hadir Kembali Dengan Artikel-Artikel Segar (:

WESTERN PHILOSOPHY

Menawarkan Beberapa Artikel Tentang Perkembangan, Tokoh Atau pun Pemikiran Pada Zamannya.

RELIGIOUS STUDIES

Kumpulan Beberapa Tulisan Yang Berkenaan Dengan Agama Dunia Serta Cara Pandang Disiplin Ilmu Umum.

TUMBLR

About Reality: Kumpulan Kata Bajak, Keluhan Pemirsah, Serta Kumpulan Cerita Pendek Sependek-pendeknya.

KRISTEN:AGAMA DAN DOKTRIN PAULUS

Bagaimana dan Apa Saja Peran Paulus Terhadap Agama Kristen ???.

Jumat, 02 Desember 2011

Ancaman Pluralisme Agama Terhadap HAM

Manusia yang sejatinya adalah makhluk sosial, tidak lepas dari ikatan norma-norma dalam tatanan masyarakat. Di dalamnya mereka dituntut untuk mematuhi peraturan serta undang-undang yang berlaku. Setiap individu dalam masyarakat mempunyai haknya tersendiri dalam menjalani kehidupan bersosial, disamping kewajibannya untuk patuh pada peraturan yang telah ada seperti negara dan agama. Pluralitas atau kemajemukan merupakan sesuatu yang mutlak dalam sebuah kelompok maupun masyarakat tertentu. Tanpanya manusia tidak dapat menjalakan kehidupannya dengan sempurna, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi satu sama lain.
Agama yang berkembang di hampir seluruh penjuru dunia, tidak lepas dari pluralitas. Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha dan kepercayaan lainya, merupakan suatu bukti bahwa agama tidak satu atau tunggal. Dengan banyaknya agama yang dianut oleh berbagai macam kelompok dan jenis manusia, tidak tertutup kemungkinan dengan pluralitas tersebut agama bisa menimbulkan suatu konflik yang berkepanjangan. Para ahli agama, cendikiawan, filosuf dan ilmuwan lainnya menawarkan suatu konsep yang bertujuan untuk mengurangi konflik tersebut yaitu dengan konsep pluralisme agama. Pada perkembangannya, pluralisme agama tersebut menjadi ancaman terhadap hak asasi manusia yang pada dasarnya merupakan hak yang harus dimiliki setiap individu dari manusia. Dengan demikian muncul pertanyaan, bagaimana implikasi dan konsekuensi pluralisme agama? Dan bagaimana ancamannya terhadap hak asasi manusia?. Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan sedikit banyak tentang terminasi-terminasi agama yang menjadi konsekuensi pluralisme agama dan ancaman terhadap agama.

Munculnya Pluralisme Agama
Istilah pluralisme agama pada dasarnya telah lama berkembang di dunia pemikiran dan keagamaan. Istilah mempunyai arti sebagai suatu aliran atau paham yang menyatakan bahwa semua agama yang ada adalah sama dan memiliki tingkat kebenaran yang sama. Secara etimologi, pluralisme agama terdiri dari dua kata, yaitu pluralisme dan agama. Pluralisme atau dalam bahasa Inggris pluralism merupakan kata yang diambil dari bahasa Latin yaitu pluralis yang berarti jamak atau lebih dari satu. Secara filosofis pluralisme dicirikan oleh keyakinan akan realitas fundamental yang besifat jamak dan berbeda dengan dualisme yang menyatakan bahwa realitas fundamental ada dua serta dengan monisme yang menyatakan bahwa realitas fundamental hanya satu.
kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu a yang berarti tidak dan gam yang berarti pergi, tetap ditempat, diwarisi turun-temurun.  Selain dari bahasa sansekerta, istilah agama dalam bahasa asing juga bermacam-macam seperti religion dalam bahasa Inggris ataupun al-din dalam bahasa Arab. Adapun definisi tentang agama, banyak para ahli dan ilmuwan yang masih berbeda pendapat tentangnya. Edward Burnett Tylor yang merupakan seorang antropolog mengatakan bahwa agama digambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berfikir, bertindak dan merasakan sama dengan manusia.  Akan tetapi pada umumnya para antropolog mendefinisikan agama sebagai suatu kepercayaan kepada adanya kekuatan supernatural sehingga Ia perlu disembah dalam bentuk ritual yang merupakan kegiatan untuk mendapatkan kepuasannya.  Menurut Emile Durkheim yang merupakan seorang sosiolog berpendat bahwa agama adalah alam gaib yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal manusia.  Sedangkan kaum psikolog yang diwakili oleh Sigmund Freud menganggap bahwa agama sebagai kekeliruan dan tahayul. Namun pada saat yang ia melihat agama sebagai takhayul yang amat menarik karena memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting tentang manusia.  Dengan banyaknya definisi tentang agama, maka para ahli belum mendapatkan pengertian yang sama tentang agama, dikarenakan banyaknya sudut pandang yang mereka tawarkan.
  Beberapa faktor yang menjadi pemicu munculnya pluralisme agama diantaranya sikap inklusif, ekslusif serta klaim absolut kebenaran agama. Sikap inklusif merupakan sikap teologis yang menyatakan bahwa agama yang dianutnya paling benar dan agama lain salah. Berbeda dengan inklusif, sikap ekslusif masih memandang keberadaan agama lain. Selain sikap-sikap tersebut. Ada beberapa konsep yang ditawarkan para ahli yang pada dasarnya merupakan pluralisme agama tetapi disisi lain dapat meredakan konflik yang berbau agama, seperti Humanisme Sekular, Teologi Global, Hikmah Abadi dan Sinkretisme.

Implikasi dan Konsekuensi Pluralisme Agama
Diantara implikasi serta konsekuensi pluralisme agama adalah munculnya terminasi tentang agama-agama yang meliputi sekularisme dan skeptisisme serta pluralisme formalistik yang meliputi keseragaman dan munculnya agama-agama baru. Sekularisme merupakan sebuah ideologi yang pada mulanya berkembang di dunia Barat dan menyebar hampir ke seluruh penjuru Dunia tak terkecuali dunia islam. Paham ini mempunyai tujuan yaitu memisahkan antara hak Tuhan dengan hak Manusia atau memisahkan antara urusan Manusia dengan urusan Tuhan.
Dr. Camile Al-Hajj mengatakan sekularisme adalah gerakan yang muncul akibat konflik sejarah yang terjadi antara Gereja dan kekuasaan di Eropa. Untuk memisahkan antara agama dan Negara disatu sisi serta pemisahan antara ajaran – ajaran gereja dan ilmu pengetahhuan di sisi lain.  Al-Attas menyatakan bahwa kwmunculan sekularisasi adalah hasil dari sejarah pengalaman barat untuk mendamaikan ketegangan antara Filsafat dan Agama. Antara pandangan alam yang semata – mata berdasar pada pandangan akal jasmani, dan pandangan alam yang semata – mata berdasar pada pandangan indra khayali.  Akan tetapi sebenarnya ketegangan yang terjadi di barat antara filsafat dan agama sudah ada pada zaman Yunani purbakala kira – kira empat ratus tahun sebelum zaman Nabi Isa hingga berlanjur sampai sekarang.
Skeptisisme merupakan suatu paham yang beranggapan bahwa manusia tidak dapat mencapai suatu kebenaran.  Paham ini lebih dikenalkan kepada masyarakat luas oleh seorang penganut empiris yaitu David Hume, meskipun sebelumnya ada beberapa filosuf yang memperkenalkannya seperti John Locke dan George Berkeley. Sikap skeptis terhadap agama ia tujukan untuk mengkritik hukum kausalitas. Para filosof sebelum Hume percaya bahwa alam adalah akibat dan Tuhan adalah sebab alam. Pengamatan atau pengalaman menunjukan bahwa di dunia ini terdapat kejahatan dan keburukan  yang menandakan bahwa Tuhan tidak sempurna.  Hume menyarankan bahwa sikap skeptis yang tepat terhadap agama adalah sikap skeptisme sehat, karena dia berpendapat bahwa agama adalah bersumber kepada takhayul. Maka sikapnya adalah membersihkan takhayul-takhayul itu.  Jadi sikap skeptis Hume bisa dikatakan lebih condong pada agnotisme, yaitu anggapan bahwa seseorang tidak bisa tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak.
Selain sekularisme dan skeptisisme yang menjadi implikasi dan konsekuensi terhadap pluralisme agama, keseragaman dan munculnya agama-agama baru merupakan konsekuensi terhadap hal tersebut.

Ancaman Terhadap HAM
Pluralisme agama yang merupakan ancaman bagi masyarakat yang sangat religius, juga mempunyai ancaman terhadap hak-hak yang dimiliki manusia sipil biasa. Apabila kita memperhatikan dan mencermati kondisi HAM dibawah tatanan pluraisme agama yang mana paham tersebut menawarkan kedamaian dan menghindarkan masyarakat pada konflik-konflik, bahwa HAM berada dalam ancaman yang sangat serius baik pada level teoretis maupun praktis. Hak asasi manusia disini dimaksudkan secara khusus apa yang kalangan ahli dikenal dengan hak yang tak mungkin dinafikandalam kondisi yang bagaimana pun, yaitu suatu hak yang dinikmatioleh manusia hanya karena ia dilahirka sebagai manusia.  Berbagai segi positif yang ditawarkan HAM begitu banyak dalam sistem pluraistik maupun demokratik yang berkembang khususnya di Barat. Akan tetapi dalam pluralisme agama yang mana pluralisme agama sendiri menegaskan dan menawarkan akan penghormatan semua agama dan kebebasan agama, ternyata sangat berlawanan secara diametral, sehingga ancaman bagi kebebasan beragama itu sendiri.
Pluralisme agama telah menghalangi hak seseorang dalam kebebasan meyakini dan mengimani komprehensivitas agamanya yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan dalam mengekspresikan jati dirinya secara utuh sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. Jika hak asasi manusia yang diusung dan banyak dikampanyekan oleh bangsa Barat menawarkan kebebasan agama demi terjadinya keharmonisan dan kedamaian serta mengurangi konflik terhadap agama serta kebebasan pindah agama atau tak beragama, kenapa manusia tidak dibiarkan bebas menggunakan haknya untuk menerima atau menolak pluralisme agama?

Suatu kesimpulan
Implikasi dan konsekuensi pluralisme agama yang berbentuk terminasi agama-agama serta munculnya pluralisme formalistik, ternyanta menjadi ancaman serta kekeliruan terhadap berlangsungnya hak asasi manusia. Disatu sisi pluralisme agama menjadi ancaman bagi mereka yang tidak mau atau yang mempunyai sikap ekslufif terhadap adanya agama lain, dan di sisi lain ia menawarkan kebebasan beragama sebagai pereda konflik yang terjadi atas nama agama dengan konsep-konsep seperti global theologi, humanisme sekuler, sinkretisme dan hikmah abadi. Ancaman yang ditimbulkan dari plurasme agama terhadap HAM yaitu tidak adanya toleransi yang diberikan paham ini terhadap hak-hak yang dimiliki setiap individu yang menolak terhadap pluralisme agama. Ini membuktikan bahwa konsep apapun yang dikembangkan oleh bangsa Barat yang menyangkut agama maupun tatanan masyarakat, terdapat kontradiksi dan ketidakpastian yang jelas,yang mengakibatkan kerugian di satu pihak bahkan lebih. Apabila konsep-konsep tersebut diaplikasikan dalam kehidupan beragama khususnya Islam, maka konsep maupun paham tersebut sangatlah tidak cocok dan tidak sesuai dengan ajaran atau syari’at yang ada.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More